Senin, 13 April 2015

Sastra Islam Nusantara Abad Awal dan Peralihan



Pendahuluan
Masuknya Islam ke Nusantara memang ada andil besar para pedagang yang berasal dari Gujarat, Arab dan Cina yang melakukan interaksi sosial dengan para penduduk Nusantara di sekitaran pantai, atau pelabuhan tempat kapal-kapal mereka berlabuh. Apalagi jika melihat ke belakang betapa lamanya kerajaan Hindu Budha berkuasa dan tentunya mempunyai pengaruh yang sangat luas dan melekat di dalam Masyarakat. Ketika Islam sedikit demi sedikit masuk dan mulai menjalar dari pinggir pantai ke daerah yang lebih jauh tentunya tidak mudah begitu saja, melainkan semua usaha di lakukan oleh penyebar agama Islam saat itu.
Banyak dari ulama menyadur dan mengganti tradisi-tradisi Hindu Budha ke dalam Tradisi Islam, di Jawa ada Wali Sanga yang melakukan ini, di daerah lain sebut saja Hamzah Fansuri, Nuruddin Ar raniri, abdur rauf Singkel dan masih banyak lagi. Selain itu untuk mengimbangi epos-epos Hindu di terjemahkan atau disadur epos-epos Islam ke dalam bahasa Melayu. Hubungan yang erat antara Parsi dan India Mughal dengan Pasai mengakibatkan karya-karya dari Bahasa Parsi dimelayukan. F.L.Brakel yang telah meneliti Hikayat Muhammad Hanafiah berpendapat bahwa hikayat tersebut dimelayukan selambat-lambatnya pada abad ke-14.[1]


A.    Sejarah Masuknya Islam Ke Nusantara
Nusantara merupakan wilayah strategis dalam jalur transportasi antara barat dan timur, sejak zaman prasejarah, penduduknya dikenal sebagai pelaut yang sanggup mengarungi lautan lepas. Wilayah nusantara menurut para ahli sejarah adalah meliputi : pulau-pulau yang terletak di sebelah timur India hingga lautan Cina, mencakup wilayah Indonesia, Malaysia, Singapura, Patani (Thailand Selatan) dan Filipina Selatan. Kalau sekarang Istilah Nusantara di kenal dengan negara-negara yang terhimpun di dalam kategori Asia Tenggara. Para pedagang dari Gujarat, Arab, Persia dan Cina mereka mempelajari dan menguasi daerah pinggir Laut untuk menyebarkan Agama Islam. Sekitar Abad 7 M, sebenarnya para pedagang yang singgah di Nusantara sudah mulai membuka jalan untuk tinggal dan mendirikan masjid-masjid di pinggir pantai.[2] Di akhir abad ke-12, di pantai timus Sumatra terdapat negara Islam bernama Perlak yang didirikan oleh pedagang asing dari Maroko, persi dan Gujarat.[3]
Masuknya Islam ke kepulauan Melayu Indonesia disebabkan oleh lima faktor, yaitu pertama, perdagangan. Kedua, perkawinan antar orang Islam dan bukan Islam, mereka inilah yang menyebarkan Islam di kalangan masyarakat. Ketiga, kemudahan dan kepentingan politik untuk memudahkan masyarakat masuk agama Islam. Keempat, penghargaan nilai ideologi Islam. Dan kelima, Faktor otoktoni suatu kebudayaan yang sudah ada sejak dulu dan relevan dengan Ilmu tasawuf. Faktor kelima ini menjadi alat yang mempermudah Islam masuk ke Nusantara. Bukti yang menunjukkan ini bisa kita lihat dengan masuknya kasidah Burdah, Kasidah Al-Barzanji dan kasidah Diba’y.[4]  Adapun menurut Uka Tjandrasasmita proses Islamisasi ada tujuh. Pertama, saluran perdagangan. Kedua, saluran dakwah. Ketiga, saluran perkawinan. Keempat, saluran Tasawuf. Kelima, saluran pendidikan. Dan keenam, saluran kesenian. Dan terakhir ketujuh, saluran politik.[5]
Peran ulama sangat besar dalam proses Islamisasi di Nusantara, kita akan banyak menemukan ulama-ulama yang tersebar seantero Nusantara untuk misi penyebaran Agama Islam. Unutk di daerah Jawa kita akan mengenal dengan istilah wali songo, seorang utusan atau muballigh yang berjumlah sembilan orang. Mereka di posisikan sebagai ulama kharismatik dan mendapat penghormatan tinggi di dalam masyarakat. Usaha yang mereka lakukan di antaranya dengan mengenalkan genre sastra Islam kepada Masyarakat. Beberapa wali menggunakan karya sastra untuk menarik minat masyarakat terhadap Agama Islam. Adapun di Daerah Aceh dan sekitar Sumatera kita akan bertemu dengan ulama handal seperti Hamzah Fansuri, Nuruddin Ar Raniri, Syamsuddi As Sumatrani dan Abdur Rauf Singkel, mereka menciptakan Karya-karya sastra yang bercorak Islami.
B.     Pengertian Sastra Islam
Yang dimaksud dengan Sastra Islam adalah sastra yang mempromosikan sistem kepercayaan dan ajaran Islam seperti persoalan kemanusiaan; memuji dan mengangkat tokoh-tokoh Islam; mengkritik realitas yang tidak sesuai dengan nilai-nilai Islam; atau sastra yang memiliki komitmen atau paling tidak, sastra yang tidak bertentangan dengan prinsip-prinsip islam.[6]
Menurut Gunawan Muhammad sastra Islam adalah karya sastra yang menitik beratkan kehidupan beragama sebagai pemecah masalah. Secara bahasa, sastra Islam bukanlah sastra Arab saja, karena Islam melewati batas-batas kebahasaan. Sastra Islam juga bukanlah lawan dari sastra Barat, karena dalam Sastra Barat juga terdapat sastra Islam seperti dalam sebagian karya Gothe (lahir 1749) yang percaya pada keesaan tuhan, keagungan al-Quran dan kenabian Muhammad.[7]
Franz Rosenthal di dalam salah satu makalah tentang sastra yang dimuat di dalam the legacy of Islam juga tidak membicarakan apa yang disebut dengan sastra Islam. Namun dari uraiannya nyata sastra Islam ialah sastra orang Islam (Schact, 1974). Adapun menurut R.O. Winstedt dalam bukunya yang terkenal itu juga tidak ada memberi pengertian tentang sastra Islam, tetapi semua hasil karya yang dibawa masuk oleh Islam dianggapnya sebagai sastra Islam (Muslim legends)(Winsted, 1969: 89)[8] .
Pada 1963, terdapat pertemuan seniman Muslim di Jakarta yang mengeluarkan deklarasi Manifes Kebudayaan dan Kesenian. Dipimpin Djamaludin Malik, seluruh seniman yang hadir sepakat kebudayaan, kesenian, dan kesusastraan Islam ialah manifestasi dari rasa, karsa cipta, dan karya manusia Muslim dalam mengabdi kepada Allah untuk kehidupan umat manusia. Seni Islam adalah seni karena Allah untuk umat manusia yang dihasilkan oleh para seniman Muslim bertolak dari ajaran wahyu Ilahi dan fitrah insani. Liaw Yock Fang dalam Sejarah Kesusastraan Melayu Klasik memaknai sastra Islam secara sederhana, yakni sastra mengenai Muslimin dan segala amal saleh. Ia mengutip pendapat Roolvinck yang membagi sastra Islam menjadi lima jenis, yakni cerita Alquran, cerita Nabi Muhammad, cerita sahabat Rasulullah, cerita pahlawan Muslim, dan sastra kitab.[9]
Dengan beberapa definisi diatas dapat dikemukakan ruang lingkup Sastra Islam tidaklah sempit seperti yang di bayangkan. Jadi Sastra Islam tidak dibatasi oleh pengulangan kata yang indah atau terbatas pidato saja, melainkan meluas pada masalah-masalah kemanusiaan dengan segala aspeknya. Memang fokus Sastra Islam terletak pada penggunaan bahasa Arab yang Indah baik dalam pidato maupun Puisi. Berdasarkan pemikiran diatas sastrawan dapat menciptakan karya sastra dengan modal realitas alam semesta sebagai objeknya.[10]
C.    Proses masuknya Sastra Islam Nusantara
Sastra Islam di Nusantara pada awalnya muncul dalam bahasa Melayu pada abad ke-14 – 15 M bersamaan dengan semakin meluasnya penyebaran agama ini di kepulauan Melayu. Awal kemunculannya dalam bahasa Melayu dimungkinkan karena bahasa inilah yang pada awalnya digunakan sebagai media penyebaran Islam dan bahasa pengantar di lembaga-lembaga pendidikan Islam. Derasnya proses Islamisasi di kepulauan Nusantara pada abad ke-16 M membuat bahasa Melayu naik perannya menjadi bahasa keilmuan dan keagamaan terpenting di kawasan ini, dan karena itu pula memiliki kedudukan istimewa di tengah bahasa-bahasa etnik Nusantara yang lain. Begitu pula kesusastraanya.[11]
Islamisasi terhadap bahan-bahan cerita dari zaman Hindu jawa yang diolah dan dijadikan media penyampaian pesan agama, bukan saja terjadi dalam khazanah sastra Jawa tetapi juga Melayu Klasik, seperti Hikayat Syah Mardan. Awalnya roman ini merupakan kisah cinta dan pengembaraan India, namun dalam sastra Melayu telah dialihkan menjadi alegori-alegori Sufi.[12] Ketika dalam dakwah para tokoh Sufi dan Wali di Nusantata sering kali menggunakan Gubahan-gubahan Istilah dan cerita untuk membuat orang tertarik masuk Islam. Selain menarik banyak orang hasil gubahan-gubahan tersebut di sesuaikan dengan kondisi masyarakat sekitar. Seperti Sunan Bonang yang mengenalkan Genre sastra Islami berupa tembang-tembang yang isinya mengajak kepada amar ma’ruf Nahi munkar.
D.    Sastra Islam Masa Awal, Genre, Tokoh dan contohnya
Genre Sastra Islam di Nusantar tampaknya dirintis dan dikembangkan oleh Sunan Bonang atau syeikh Makhdum Ibrahim. Ia telah banyak menulis karya sastra dalam bentuk Suluk[13] yang disajikan dalam bahasa jawa melalui bingkai tembang (nyanyian Jawa) yang dibagi ke dalam pupuh-pupuh[14]. Dalam bahasa Jawa, sastra Suluk sering disebut serat macapat. Karyanya itu antara lain Suluk Khafifah, Suluk Regol dan Suluk Wijil.[15]
Ciri umum karyanya antara lain:
1.      Menerapkan sistem Sastra dan wawasan berdasarkan metafisika sufi
2.      Mempertahankan Unsur lokal dan mengintegraskannya dengan sistem Islam seperti penyebutan dirinya dengan fakir (tak terpaut dunia) dan mahayogi (sebutan penyair masa Hindu, karena pada masa itu seorang penyair menulis setelah melakukan Yoga)
3.      Memakai Istilah Arab, jika tidak menemukan padanannya dalam Bahasa Jawa
4.      Bahasa yang digunakan adalah bahasa Jawa Madya sebagai ciri Sastra zaman peralihan Hindu ke Islam yang ditandai dengan merosotnya pamor bahasa jawa Kawi(Kuno).[16]
Diantara tokoh Sastra Islam di masa Awal adalah sebagai Berikut,
1.      Sunan Bonang lahir pada tahun 1449 atau sekitar Abad 15 dan wafat tahun 1530 M. Ia seorang Ulama dari jajaran Walisongo, seorang sufi yang memiliki Jiwa Seni dan terkenal pencipta Gending (lagu langgam Jawa) yang pertama di kalangan Walisongo, yakni langgam Gending Durno, yang merupakan tembang cilik dalam Sastra Jawa. Penulis Kitab Suluk Sunan Bonang, yang bertuliskan Arab Pegon berbahasa Jawa Tengahan, berisi tentang ajaran Tasawuf dan Suluk Tarekat. Sunan Bonang adalah penyokong dan penegak kelahiran Kerajaan Demak, ia juga pencipta wayang versi Islam.[17]
2.      Contoh Karya Sastranya dalam Bentuk Puisi:
Jangan terlalu jauh mencari keindahan
Keindahan berada di dalam diri
Jadikan dirimu Cinta(isyq)
Maka kau akan dapat memahami dunia”[18]
3.    Sunan Kalijaga, sebagai pelopor genre sastra Islam dalam bentuk Islamisasi terhadap bahan-bahan cerita dari zaman hindu Jawa yang diolah untuk kepentingan dakwah. Sebagai seorang pujangga, seniman, sastrawan dan budayawan, sunan kalijaga banyak menciptakan kreasi seni yang kemudian menjadi peninggalan umat setelahnya. Ia adalah seorang pencipta karya yang produktif dan bertahan lama hingga kini. Sunan Kalijogo terkenal sebagai kelompok Aliran Tuban yang lebih luwes menyikapi adat istiadat, berhasil mengubah dan memodifikasi wayang sesuai dengan Islam untuk kepentingan dakwah.[19]
Diantara hasil gubahannya adalah kisah Mahabharata yang dipakai untuk cerita wayang, kisah yang walnya menceritakan peperangan wangsha Bharata ini diubahnya menjadi Brantayudha Jayabinangun (peperangan cinta demi Allah untuk membangun kemenangan). Kehidupan pandawa yang terbuang sebagai lambang kehidupan Sufi, yaitu menempuh jalan fakir dan kelimanya diartikan sebagai simbol rukun Islam. Yudhistira yang awalnya memiliki senjata kali maha usada (pengobatan Agung dari batara Kala) diubah menjadi Jimat kalimasada (kalimah syahadat) yang berarti simbol syahadat. Bima sebagai simbol sholat, Arjuna sebagai simbol Puasa (bertapa), Nakula dan Sadewa sebagai simbol zakat dan haji.[20]
4.      Yasadipura II adalah Sastrawan Surakarta Akhir abad ke-18. Ia menuturkan ajaran Tasawufnya dalam kisah perjalanan Bima ke dasar lautan untuk mencari air hayat, dimana ia bertemu guru spiritualnya, Dewa Ruci. Penyelaman ke dasar laut adalah hasil tamsil bagi penyelaman ke dalam wujud semesta alam dan kemanusiaan.[21]
E.     Sastra Islam Masa Peralihan dan contohnya
Untuk menentukan karya mana yang masuk kategori sastra zaman peralihan Hindu-Islam sukar sekali. Karena tidak ada tarikh dan nama pengarangnya, sastra melayu lama tertulis dalam huruf Arab, hasil sastra melayu yang dianggap tertua seperti Hikayat Sri Rama, semua hasil sastra zaman peralihan berjudul hikayat. Sastra zaman Peralihan adalah sastra yang lahir dari pertembungan sastra yang berunsur Hindu dengan pengaruh Islam. Dengan kata lain, sastra yang khas Hindu, seperti Hikayat Sri Rama, walaupun mengandung unsur-unsur Islam tidak dianggap sebagai sastra zaman peralihan. Ciri-cirinya adalah sebagai berikut:
1.      Dewa Mulia Raya atau Batara Kala yang dijunjung tinggi sebagai Tuhan yang dijunjung tinggi diganti oleh Raja Syah Alam atau Allah Subhanau wa ta’ala.
2.      Plotnya selalu menceritakan turunnya dewi atau bidadari untuk menjadi Raja atau anak raja
3.      Sastra zaman peralihan biasanya mempunyai dua judul, satu judul Hindu dan satu judul Islam. Judul Islam biasanya lebih terkenal dari judul Hindu, seperti Hikayat si Miskin adalah yang lebih dikenal daripada Hikayat Marakarma, Hikayat Syah Mardan lebih dikenal daripada Hikayat Indra Jaya.[22]
Menurut Yock Fang dalam Sejarah Kesusastraan Melayu Klasik, menyebutkan setidaknya ada empat belas Hikayat yang berasal dari zaman peralihan Hindu-Islam:
a.        Hikayat Puspa Wiraja
b.        Hikayat Parang Punting
c.        Hikayat Langlang buana
d.        Hikayat Si Miskin
e.        Hikayat Berma Syahdan
f.          Hikayat Indra Putra
g.        Hikayat Syah Kobat
h.        Hikayat Koraisyi Mengindra
i.          Hikayat Indra Bangsawan
j.          Hikayat Jaya Langkara
k.        Hikayat Nahkoda Muda
l.          Hikayat Ahmad Muhammad
m.      Hikayat Syah Mardan
n.        Hikayat Isma Yatim
Disamping risalah-risalah yang menerangkan tentang agama Islam, besar kemungkinan cerita-cerita tentang Nabi Muhammad merupakan Hikayat-hikayat Indonesia yang pertama yang dituliskan dalam kesusastraan Indonesia. Tulisan-tulisan mengenai kisah Nabi Muhammad amat diperlukan untuk dibacakan pada perayaan-perayaan Islam, khususnya upacara-upacara seperti sambutan Maulid. Tradisi ini menggalakkan penulisan hikayat tentang Nabi Muhammad yang mungkin merupakan hikayat di masa Indonesia lama.[23]
Dalam khazanah sastra Melayu, genre sastra Islam dirintis dan dikembangkan oleh Hamzah Fansuri, penyair Puncak pada masa peralihan dari abad 16 ke abad 17. Karena itu Hamzah fansuri dan Sunan Bonang merupakan pelopor Sastra Islam Indonesia. Adapun ciri-ciri penting dalam puisinya adalah:
a.         Semua puisinya bersajak empat baris dengan skema akhir AAAA, suatu bentuk puisi yang disebut Syair
b.        Merupakan puisi Sufistik yang tema utamanya adalah fana (hancurnya kesadaran terhadap adanya tubuh kasar), cinta ilahi dan kemabukan mistik
c.         Terdapat banyak kata ambilan dari Bahasa Arab dan sejumlah kata Jawa, kutipan AlQuran dan Hadis dan ucapan Syatiyat dari sayidina Ali, Abu Yazid dan al-Halaj
d.        Terdapat sejumlah baris syair dan jumlah suku katanya (8-12) dalam setiap lariknya yang memiliki kesamaan dengan baris-baris puisi penyair Sufi Persi
e.         Puisinya banyak menggunakan simbol dan tiga simbol besar yang memenuhi puisinya adalah lautan sebagai simbol wujud ketuhanan yang tak terhingga, anggur sebagai simbol kemabukan mistik dan kekasih simbol antropomorfis yang melukiskan cinta transendental.
          Sebagai contoh,
“Hamzah fansuri di dalam Makkah
Mencari Tuhan di Bait Ka’bah
Di Barus ke Qudus terlalu payah
Akhirnya berjumpa di dalam rumah”
Contoh lainnya,
“Hapuskan akal dan rasamu
Lenyapkan badan dan nyawamu
Pejamkan hendak kedua matamu
Sana kau lihat permai rupamu”















  
Kesimpulan

Sastra Islam Nusantara Abad awal dan Peralihan tidak bisa lepas dari Unsur-unsur Hindu Budha yang memang sebelumnya telah memerintah selama ratusan Tahun di Nusantara. Sastra Islam Nusantara menjadi bagian penting dari dakwah penyebaran Agama Islam sendiri, terbukti dengan ulama-ulama termasuk Wali Sanga yang saat itu menggunakan tradisi-tradisi Hindu yang di balut dengan Tradisi Islam melalui berbagai Karya Sastra. Sunan Bonang dengan suluk-suluknya, Sunan Kalijaga dengan pengubahan tokoh-tokoh dalam Mahabharata ke dalam tokoh Islam, Hamzah Fansuri dengan Puisi Sufistiknya dan munculnya Hikayat-hikayat dari Hindu menjadi Hikayat Islam seperti Hikayat Puspa Wiradja.
Sastra Islam sendiri mempunyai ciri mempromosikan sistem kepercayaan dan ajaran islam, memuji dan mengangkat tokoh Islam, mengkritik realitas yang tidak sesuai dengan nilai-nilai Islam dan sastra yang tidak bertentangan dengan Prinsip-prinsip Islam.










Daftar Pustaka


Fang, Liaw Yock. Sejarah Kesusastraan Melayu Klasik, Jakarta: yayasan Pustaka Obor Indonesia, 2011.

Hadi, Abdul WM. Sastra Islam Melayu-Nusantara/ sastra-muslim.blogspot.com
Hamid, Ismail. Kesusastraan Indonesia lama bercorak Islam. Jakarta: Pustaka Al-Husna, 1989.
Iskandar, Teuku. Kesusasteraan Klasik Melayu Sepanjang Abad, Jakarta: Penerbit Libra 1996.
Kamil, Syukron. Sastra Islam dalam sejarah Sastra Indonesia: dari klasik hingga kontemporer, Sejarah Sasra Indonesia: Tematik dan Periodik, Diktat: Fakultas Adab dan Humaniora UIN Syarif Hidayatullah Jakarta, 2007.
Lubis , Amany. dkk, Sejarah Peradaban Islam. Pusat Studi wanita UIN Jakarta, 2005.
Manshur, Fadlil Munawar. Perkembangan Sastra Arab dan Teori Sastra Islam. Yogyakarta: Pustaka Pelajar, 2011.

Muljana, Slamet. Runtuhnya kerajaan Hindu-Jawa dan timbulnya negara-negara Islam di Nusantara, Yogyakarta: LkiS, 2005.

Republika Online.com
Suprapto, Bibit. Ensiklopedi Ulama Nusantara : Riwayat hidup, Karya dan Sejarah Perjuangan 157 Ulama Nusantara. Jakarta: Gelegar Media Indonesia, 2010.


[1] Teuku Iskandar, Kesusasteraan Klasik Melayu Sepanjang Abad, Jakarta: Penerbit Libra 1996. Hal 124
[2] Amany Lubis, dkk, Sejarah Peradaban Islam. Pusat Studi wanita UIN Jakarta, 2005. Hal 279-283
[3] Slamet Muljana, Runtuhnya kerajaan Hindu-Jawa dan timbulnya negara-negara Islam di Nusantara, Yogyakarta: LkiS, 2005. Hal 130
[4] Fadlil Munawar Manshur, Perkembangan Sastra Arab dan Teori Sastra Islam. Yogyakarta: Pustaka Pelajar, 2001, hal 111
[5] Amany Lubis, dkk, Sejarah Peradaban Islam. Pusat Studi wanita UIN Jakarta, 2005. Hal 286-289
[6] Syukron Kamil, Sastra Islam dalam sejarah Sastra Indonesia: dari klasik hingga kontemporer, Sejarah Sasra Indonesia: Tematik dan Periodik, Diktat: Fakultas Adab dan Humaniora UIN Syarif Hidayatullah Jakarta, 2007.
[7] ibid
[8] Liaw Yock Fang, Sejarah Kesusastraan Melayu Klasik, Jakarta: yayasan Pustaka Obor Indonesia, 2011. Hal 273
[9] Republika Online.com
[10] Fadlil Munawar Manshur, Perkembangan Sastra Arab dan Teori Sastra Islam. Yogyakarta: Pustaka Pelajar, 2011. Hal 157-158
[11] Abdul Hadi WM, sastra Islam Melayu-Nusantara/ sastra-muslim.blogspot.com
[12] Syukron Kamil, Sastra Islam dalam sejarah Sastra Indonesia: dari klasik hingga kontemporer, Sejarah Sasra Indonesia: Tematik dan Periodik, Diktat: Fakultas Adab dan Humaniora UIN Syarif Hidayatullah Jakarta, 2007.
[13] Suluk adalah Sastra Sufistik berisi perjalanan spiritual sufi menuju Tuhan.
[14] Pupuh adalah tembang Jawa semacam ‘Arud (prosodi gaya lama Arab). Sebagian besarnya adalah khazanah peradaban Jawa diciptakan oleh para wali songo....
[15] Syukron Kamil, Sastra Islam dalam sejarah Sastra Indonesia: dari klasik hingga kontemporer, Sejarah Sasra Indonesia: Tematik dan Periodik, Diktat: Fakultas Adab dan Humaniora UIN Syarif Hidayatullah Jakarta, 2007.
[16] Syukron Kamil, Sastra Islam dalam sejarah Sastra Indonesia: dari klasik hingga kontemporer, Sejarah Sasra Indonesia: Tematik dan Periodik, Diktat: Fakultas Adab dan Humaniora UIN Syarif Hidayatullah Jakarta, 2007.
[17] Bibit Suprapto, Ensiklopedi Ulama Nusantara : Riwayat hidup, Karya dan Sejarah Perjuangan 157 Ulama Nusantara. Jakarta: Gelegar Media Indonesia, 2010. Hal 740
[18] Syukron Kamil, Sastra Islam dalam sejarah Sastra Indonesia: dari klasik hingga kontemporer, Sejarah Sasra Indonesia: Tematik dan Periodik, Diktat: Fakultas Adab dan Humaniora UIN Syarif Hidayatullah Jakarta, 2007.
[19] Bibit Suprapto, Ensiklopedi Ulama Nusantara : Riwayat hidup, Karya dan Sejarah Perjuangan 157 Ulama Nusantara. Jakarta: Gelegar Media Indonesia, 2010. Hal 763
[20] Syukron Kamil, Sastra Islam dalam sejarah Sastra Indonesia: dari klasik hingga kontemporer, Sejarah Sasra Indonesia: Tematik dan Periodik, Diktat: Fakultas Adab dan Humaniora UIN Syarif Hidayatullah Jakarta, 2007.
[21] Ibid.

[22] Liaw Yock Fang, Sejarah Kesusastraan Melayu Klasik, Jakarta: yayasan Pustaka Obor Indonesia, 2011. Hal 179-180
[23] Ismail Hamid, Kesusastraan Indonesia lama bercorak Islam. Jakarta: Pustaka Al-Husna, 1989. Hal 29

1 komentar:

  1. admin,maaf izin bertanya untuk pengambilan referensi yang dituliskan diatas itu di mana ya ? di jurnal/website apa ya ?soalnya kalo saya buka ,isinya gak full dan buat bingung
    terimakasih

    BalasHapus